Kamis, 04 Februari 2010

Proposal KTI Gambaran Upaya Keluarga Penderita TB Dalam Pencegahan Penularan Di Puskesmas XXX

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis ( TB ) merupakan masalah yang serius bagi dunia, karena menjadi penyebab kematian terbanyak dibanding dengan penyakit infeksi lain. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB Paru diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalian dan nifas. ( Depkes RI 2007)
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis ( 15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerja 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Penyebab utama meningkatnya masalah TB paru antara lain disebabkan kemiskinan pada kelompok masyarakat seperti pada negara-negara yang sedang berkembang, perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan serta dampak pandemi HIV ( Depkes RI 2007)
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat, jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan China dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Tingginya prevalensi penyakit TB tersebut khususnya di negara sedang berkembang antara lain disebabkan oleh rendahnya kepatuhan penderita minum obat. Di India misalnya 75% penderita menghentikan minum obat setelah 2 atau 3 bulan pengobatan, padahal untuk mencapai hasil maksimal pengobatan penyakit TB paru memakan waktu 6 bulan. Selain itu seringkali penderita menghentikan pengobatan karena sudah merasa sembuh, padahal efek yang mereka rasakan tersebut hanyalah efek palliatif yaitu hanya efek yang sekedar menghilangkan atau mengurangi gejala serta keluhan penyakit.( Depkes RI 2007)
Kurangnya kepatuhan penderita penyakit TB dalam minum obat menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi dan kekambuhan meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman terhadap beberapa obat anti tuberkulosis atau Multi Drug Resistance, sehingga penyakit TB paru sangat sulit disembuhkan (Depkes RI 2007).
Sejak tahun 1990-an WHO dan International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya Multi Drugs Resistance Tuberculosis (MDR-TB). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien menular. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995 dilakuan secara bertahap di puskesmas. Sejak tahun 2000 strategi DOTS secara nasional di seluruh unit pelayanan kesehatan terutama Puskesmas yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan dasar. (Depkes RI, 2007).
Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Adapun strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu: Komitmen politis, pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, pengobatan jangka pendek yang standard bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat termasuk pengawasan langsung pengobatan oleh PMO, jaminan ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang bermutu serta sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara menyeluruh. ( Depkes RI 2007)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (Pengawas Minum Obat), persyaratan seorang PMO adalah sesorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, seseorang yang tinggal dekat dengan pasien dan bersedia membantu pasien dengan suka rela, selain itu seorang PMO harus disegani dan di hormati oleh pasien. (Depkes RI 2007)
Pada tahun 2008 di Puskesmas Binuang kasus TB sebanyak 28 orang dengan BTA positip, angka kesembuhan 27 orang atau sebesar 96 % secara legkap dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel I.1 : Penemuan Suspek, BTA Positip dan hasil pengobatan TB paru Puskesmas Binuang tahun 2008
No Nama Kelurahan/Desa Sus
pek BTA Pos Hasil pengobatan
Kon
versi Kam
buh Drop Out Mati Sem
buh
1 Desa Ayani Pura 20 3 3 0 0 0 3
2 Kelurahan Binuang 80 14 14 0 0 1 13
3 Desa Pulau Pinang Induk 10 2 2 0 0 0 2
4 Desa Pulau Pinang Utara 25 3 3 0 0 0 3
5 Desa Tungkap 12 2 2 0 0 0 2
6 Desa Pualam Sari 11 2 2 0 0 0 2
7 Desa Padang Sari 20 2 2 0 0 0 2
8 Desa Gunung Batu 6 0 0 0 0 0 0
Total 184 28 28 0 0 1 27
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Binuang Tahun 2008
Sedangkan pada tahun 2009 sampai dengan triwulan-3 kasus penyakit TB paru sebanyak 30 orang dengan angka kesembuhan sebanyak 14 orang, sisanya 16 orang masih menjalani proses pengobatan. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


Tabel I.2 : Penemuan Suspek, BTA Positip dan hasil pengobatan TB Puskesmas Binuang tahun 2009
No Nama Kelurahan/Desa Sus
pek BTA Pos. Hasil pengobatan
Kon
versi Kam
buh Drop Out Mati Sem
buh
1 Desa Ayani Pura 10 1 1 0 0 0 1
2 Kelurahan Binuang 98 15 13 0 0 0 7
3 Desa Pulau Pinang Induk 62 6 4 0 0 0 2
4 Desa Pulau Pinang Utara 21 2 2 0 0 0 1
5 Desa Tungkap 15 1 1 0 0 0 0
6 Desa Pualam Sari 9 1 1 0 0 0 1
7 Desa Padang Sari 15 2 2 0 0 0 1
8 Desa Gunung Batu 12 1 1 0 0 0 1
Total 242 30 25 0 0 0 14
Sumber : Laporan TB 01 Puskesmas Binuang Tahn 2009
Adapun kejadian kesakitan menurut umur penderita TB di Puskesmas Binuang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel I.3 : Kejadian penyakit TB menurut umur tahun 2008 dan tahun 2009 di Puskesmas Binuang
Umur Tahun 2008 Tahun 2009
L P Jumlah L P Jumlah
15-24 Th 1 6 7 4 1 5
25-34 Th 3 3 6 5 2 7
35-44 Th 2 1 3 5 2 7
45-54 Th 5 2 7 5 2 7
55-64 Th 3 2 5 1 2 3
≥ 65 Th 0 0 0 0 1 1
Total 14 14 28 20 10 30
Sumber :Laporan TB 01 Puskesmas Binuang tahun 2008, 2009
Pada tabel diatas angka penemuan TB BTA positip tahun 2008 sebanyak 28 orang sedangkan pada tahun 2009 sampai dengan triwulan-3 jumlah penderita TB sebanyak 30 orang. Dari suspek yang diperiksa pada tahun 2008 berjumlah 184 orang dan pada tahun 2009 sampai dengan triwulan-3 berjumlah 242 orang, dari umur penderita TB menunjukkan pada usia produktif yaitu antara umur 15 – 54 tahun. Ini menunjukkan bahwa penderita TB paru di asyarakat masih banyak ditemukan, kemungkinan telah terjadi penularan penyakit TB di keluarga atau masyarakat, sedangkan program penanggulangan TB dengan strategi DOTS sudah dimulai sejak tahun 2000, tetapi mengapa penyakit TB masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya pada puskesmas Binuang. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk menggali dan mengetahui sejauh mana gambaran pengetahuan dan upaya keluarga penderita TB dalam pencegahan penularan penyakit tuberkulosis.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian dan data diatas dapat dirumuskan masalah penelitian “Bagaimanakah gambaran pengetahuan dan upaya keluarga penderita tuberkulosis dalam pencegahan penyakit tuberkulosis di Puskesmas Binuang”.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran upaya keluarga dalam pencegahan penyakit tuberkulosis.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karateristik kepala keluarga penderita tuberkulosis.
b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan keluarga tentang tuberkulosis
c. Untuk mengetahui gambaran upaya yang dilakukan keluarga dalam pencegahan penularan penyakit tuberkulosis.
D. MENFAAT PENELITIAN
1. Bagi Puskesmas
Penelitian ini hasilnya diharapkan dapat menjadi gambaran keadaan yang tengah terjadi secara realitistis tentang program pemberantasan tuberkulosis di Puskesmas
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi, khususnya tentang gambaran pengetahuan dan upaya keluarga dalam pencegahan penyakit tuberkulosis di Puskesmas Binuang.
3. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal pelaksanaan pembuatan Karya Tulis Ilmiah Keperawatan.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. KONSEP PEGETAHUAN
a. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuhan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. (Notoatmodjo, 2007)
b. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo, enam tingkat pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif adalah:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
2) Memahami (Comprehensif)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaiatn itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. (Notoatmodjo, 2007)
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
a. Umur
Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak dilahirkan hingga penelitian ini dilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan baru. Pada masa ini merupakan usia produktif masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan cara hidup baru, masa kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan “jasmani dan mental”, semakin bertambah umur seseorang akan semakin tinggi wawasan yang diperoleh apa bila umur seseorang makin muda maka akan mempengaruhi tingkat pengetahuan nya. (Notoatmodjo, 2007).
b. Pendidikan
Pendidikan proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan prilaku manusia melalui pengajaran, sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prersepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide dan teknologi baru (Notoatmodjo, 2007).
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan bertambah pengalaman yang mempengaruhi wawasan dan pengetahuan. Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan alat untuk mengubah pengetahuan (pengertian, pendapat, konsep-konsep) sikap dan persepsi serta menambah tingkah laku atau kebiasaan yang baru (Notoatmodjo, 2007).
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan sehari-hari untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dimana semua bidang pekerjaan umumnya diperlukan adanya hubungan sosial antara satu sama lain, setiap orang harus dapat bergaul dengan teman sejawat walaupun dengan atasan sehingga orang yang hubungan sosial luas maka akan lebih tinnggi pengetahuannya dibandingkan dengan orang yang kurang hubungan sosial dengan orang lain (Notoatmodjo, 2007).

2. KONSEP DASAR PENYAKIT TUBERKULOSIS
a. Pengetian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya (Depkes RI, 2007).
b. Penyebab
Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang berbentuk batang (basil) dan tahan terhadap asam berukuran kira-kira 0,5 - 4 mikron x 0,3 – 0,6 mikron, kuman ini terdapat dalam butir-butir percikan dahak yang disebut Droplet Nuclei dan melayang di udara untuk waktu yang cukup lama sampai terhisap oleh atau mati dengan sendirinya terkena sinar matahari (Depkes RI, 2001).
c. Gejala Penyakit Tuberkulosis
1) Gejala Umum
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
2) Gejala lain yang sering dijumpai
a) Dahak bercampur darah
b) Batuk darah.
c) Sesak nafas.
d) Badan lemah, nafsu makan menurun, demam lebih dari sebulan.
d. Penemuan Pasien Tuberkulosis
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
Adapun strategi penemuan pada tuberkulosis adalah:
1) Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.
2) Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
3) Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.(Depkes RI, 2007).
e. Diagnosa Tuberkulosis Paru
1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS)
2) Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
4) Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.


f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tuberkulosis
Adapun faktor yang memengaruhi kejadian tuberkulosis diantaranya :
1) Faktor ekonomi, keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman dan lingkungan sehat, jelas semua ini akan mudah menumbuhkan penyakit tuberkulosis
2) Status gizi, ini merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian kejadian tuberkulosis menunjukakan bahwa penyakit yang bergizi normal ditemukan kasus lebih kecil daripada status gizi kurang dan buruk.
3) Status pendidikan, latar belakang pendidikan mempengaruhi penyebaran penyakit menular khususnya tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian mengatakan semakin rendah latar belakang pendidikan kecenderungan terjadi kasus tuberkulosis, hal ini faktor terpenting dari kejadian TBC.
g. Cara Penularan
Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam (TBC BTA) positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jama dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositipan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007).
Menurut buku totur Fakultas kedokteran Universitas Riau ( 2006), penularan TB dapat terjadi jika seseorang penderita TB berbicara, meludah, batuk, atau bersin, maka kuman-kuman TB berbentuk batang (panjang 1-4 mikron, diameter 0,3-0,6 mikron) yang berada di dalam paru-parunya akan menyebar ke udara sebagai partikulat melayang (suspended particulate matter) dan menimbulkan droplet infection. Basil TB tersebut dapat terhirup oleh orang lain yang berada di sekitar penderita. Basil TB dapat menular pada orang-orang yang secara tak sengaja menghirupnya. Dalam waktu satu tahun, 1 orang penderita TB dapat menularkan penyakitnya pada 10 sampai 15 orang disekitarnya.
h. Resiko Penularan Tuberkulosis
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar dari pasien TB dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TBC selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif (Depkes RI., 2007).
Faktor Resiko Penyakit TB, pada dasarnya saling berkaitan satu sama lainnya. Berbagai faktor resiko dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok faktor resiko yaitu faktor kependudukan, faktor lingkungan dan faktor prilaku. Ke 3 faktor tersebut adalah :

1) Faktor Kependudukan
Variabel kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya atau kejadian penyakit TB, yaitu:
a) Status Gizi
Menururt Robinson dan Wieghley (1984) keadaan kesehatan berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi status Gizi:
a) Faktor langsung, dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit, khususnya penyakit infeksi.
b) Faktor tidak langsung
(1) Faktor ekonomi, penghasilan keluarga yang mempengaruhi status gizi.
(2) Faktor pertanian, kemampuan produksi pangan
(3) Faktor budaya, masih ada kepercayaan untuk memantang makanan tertentu, yang dipandang dari segi gizi mengandung zat gizi yang baik.
(4) Faktor pendidikan dan pekerjaan, faktor pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan menyerap pengetahuan yang diperoleh. Faktor pekerjaan juga dianggap mempunyai peranan penting .
(5) Faktor kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan yang jelek akan memudahkan menderita penyakit tertentu (TB).
(6) Faktor falsilitas pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi.

b) Kondisi sosial ekonomi.
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara kemiskinan dengan TB bersifat timbal balik, TB merupakan penyebab kemiskinan dan karena miskin maka manusia menderita TB. Kondisi sosial ekonomi itu sendiri, mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi buruk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan kesehatan juga menurun kemampuannya. Menurut perhitungan, rata-rata penderita TB kehilangan 3 sampai 4 bulan waktu kerja dalam setahun. Mereka juga kehilangan penghasilan setahun secara total mencapai 30% dari pendapatan rumah tangga.
c) Umur
Klinis terjadinya penularan tidak ada perbedaan karena perbedaan usia, akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa median umur penderita TB didominasi kelompok usia produktif (15-50 tahun/75%). Fakta ini mungkin dikarenakan pada kelompok umur tersebut mempunyai riwayat kontak disuatu tempat dalam waktu yang lama.


d) Jenis kelamin
Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita TB adalah wanita. Hal ini masih memerlukan penyelidikan dan penelitian lebih lanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan tubuh, maupun tingkat molekuler.
2) Faktor resiko lingkungan
Faktor lingkungan ini diantaranya :
a) Kepadatan
Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit. Semakin padat, maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui udara, akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu, kepadatan dalam rumah maupun kepadatan hunian tempat tinggal merupakan variabel yang berperan dalam kejadian TB. Untuk itu Departemen Kesehatan telah membuat peraturan tentang rumah sehat, dengan rumus jumlah penghuni/luas bangunan. Syarat rumah dianggap sehat adalah 10m2 per orang (Depkes, 2003), jarak antar tempat tidur satu dan lainnya adalah 90 cm, kamar tidur sebaiknya tidak dihuni 2 orang lebih, kecuali anak di bawah 2 tahun.


b) Lantai rumah
Secara hipotesis jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian TB, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah, cenderung menimbulkan kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman TB di lingkungan juga sangat dipengaruhi oleh kelembaban tersebut.
c) Ventilasi
Ventilasi bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah serta mengurangi kelembaban. Ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara, dengan kata lain mengencerkan konsentrasi basil TB dan kuman lain, terbawa keluar dan mati terkena sinar ultra violet. Menurut persyaratan ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai (Kepmenkes, 1999, Depkes 2003).
d) Pencahayaan
Rumah sehat memerlukan cahaya cukup, khususnya cahaya alam berupa cahaya matahari yang berisi antara lain ultra violet. Cahaya matahari minimal masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan. Semua cahaya pada dasarnya dapat mematikan kuman, namun tentu tergantung jenis dan lamanya cahaya tersebut.

3) Faktor resiko prilaku
Faktor risiko perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan sehari-hari yang dapat mempengaruhi terjadinya penularan/penyebaran penyakit. Yang termasuk factor risiko perilaku dalam terjadinya penularan TB adalah sebagai berikut:
a) Kebiasaan tidur penderita TB bersama-sama dengan dengan anggota keluarga.
b) Tidak menjemur kasur secara berkala.
c) Kebiasaan membuang ludah / dahak sembarangan.
d) Kebiasaan tidak pernah membuka jendela ruangan.
e) Kebiasaan tidak membuka jendela kamar tidur.
f) Kebiasaan tidak pernah membersihkan lantai rumah.
g) Kebiasaan merokok.
i. Pencegahan Penyakit TB
Pencegahan penularan penyakit TB antara lain :
1) Bagi penderita, agar tidak menularkan kepada anggota keluarga lain:
a) Apabila batuk , menutup mulut, agar keluarga dan orang lain tidak tertular.
b) Jangan meludah disembarang tempat.
c) Gunakan tempat seperti kaleng yang tertutup dan berisi air sabun atau lysol, untuk menampung dahak.
d) Buang dahak ke lobang WC atau timbun kedalam tanah ditempat yang jauh dari keramaian.
2) Bagi masyarakat umum
a) Menghindari percikan ludah atau percikan dahak melalui ventilasi yang efektif di kendaraan umum, ruang di tempat umum (sekolah, tempat ibadah, ruang kerja, dll), ruang-ruang di rumah dengan mengurangi konsentrasi partikulat melayang
b) Pencahayaan di dalam rumah, pencahayaan matahari langsung ke dalam rumah/ruang mematikan kuman TB karena terkena sinar ultra violet atau panas sinar matahari. Pencahayaan yang cukup juga mencegah kelembaban dalam ruang.
c) Menghindari kepadatan hunian, kepadatan hunian bersama penderita TB aktif dalam rumah memungkinkan kontak efektif untuk terjadinya infeksi baru pada penghuni rumah
d) Mencegah kepadatan penduduk/permukiman untuk menjamin ventilasi yang efektif.
e) Mencegah pencemaran udara yang bersumber dari dalam rumah seperti pemakaian bahan bakar hayati tanpa ventilasi efektif, merokok, dll.
f) Menghindari adanya lantai tanah dalam rumah, karena lantai tanah dapat menambah kelembaban dan memungkinkan perkembangbiakan parasit.
3) Bagi balita.
a) Pemberian ASI eklusif, untuk menjamin status gizi balita.
b) Pemberian imunisasi BCG.

3. KONSEP DASAR KELUARGA
a. Pengertian keluarga
1) Duval (1972), keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emesional dan sosial dari tiap anggota keluarga.
2) Menurut Helvie (1981), keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
3) Menurut Depertemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan .
4) Menurut Bailon dan Maglaya (1989), keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
5) Menurut UU No.10 tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, isteri atau suami isteri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.
6) Menurut Sayekti (1994), keluarga adalah ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan orang dewasa berlaian jenis, atau seorang laki-laki atau perempuan sendirian dengan atau tanpa anak, anak sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
7) Menurut Friedman (1998), keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan secara umum bahwa keluarga itu terjadi jikalau ada :
1) Ikatan atau persekutuan (perkawinan/kesepakatan)
2) Hubungan (darah/adopsi/kesepakatan).
3) Tinggal bersama dalam satu atap (serumah)
4) Ada peran masing-masing anggota keluarga.
5) Ikatan emosional
b. Bentuk keluarga
1) Keluarga inti ( nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, isteri dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.
2) Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.
3) Keluarga besar ( Extended family), keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families)
4) Keluarga berantai (social family), keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih darimsatu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
5) Keluarga duda atau janda, keluarga yang terbentuk karena perceraian dan atau kematian pasangan yang cintai.
6) Keluarga komposit (composite family), keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.
7) Keluarga kohabitasi (cohabitation), dua orang menjadi keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak . Di Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur. Namun, lambat laun keluarga kohabitasi ini dapat diterima.
8) Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nila-nilai global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-lakinya, paman menikah dengan keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, dan ayah menikah dengan anak perempuan tirinya. Walaupun tudak lazim dan melanggar nilai-nilai budaya , jumlah keluarga inses semakin hari semakin besar. Hal tersebut dapat kita cermati melalui pemberitaan dari berbagai media cetak dan elektronik.
9) Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga notradisional tidak diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional adalah ayah-ibu dan anak dari hasil perkawinan atau adopsi. Sedangkan keluarga nontardisional adalah kelompok orang yang tinggal di sebuah asrama.
c. Fungsi Keluarga
Menurut Freidman (1999), ada lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut:
1) Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.
2) Fungsi sosial, adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan dilingkungan sosial.
3) Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan dan papan.
5) Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
d. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Freedman (1981) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu:
1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.
3) Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian angota keluarga.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemenfaatan fasilitas kesehatan yang ada).
e. Peranan Keluarga
Peranan keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan.Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat prilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Dalam undang-undang kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan ”Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungan”. Dari pasal ini jelas bahwa keluarga berkewajiban menciptakan dan memelihara kesehatan dalam upaya meningkatkan tingkat derajat kesehatan yang optimal.
f. Dukungan sosial keluarga.
Dukungan sosial keluarga adalah suatu keadaan yang bermenfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (cohen & syme, 1996:241).
Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998: 174)
Menurut Friedman (1998; 198), jenis dukungan sosial keluarga ada empat, yaitu :
1) Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit.
2) Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar informasi).
3) Dukungan penilaian (apprasial), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga.
4) Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagi sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
Sedangkan menurut House (Smet, 1994: 136) setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain :
1) Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputipemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada ornag lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.
2) Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan.dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada ornag lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
3) Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadap, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain.
4) Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positip dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang.berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positip.
Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positip dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress.
g. Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan adalah setiap tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. (Notoadmodjo, 2007:8)
1) Macam upaya Kesehatan
a) Upaya Promosi
Adalah peningkatan pengetahuan keluarga tentang penanggulangan penyakit ditempat keluarga melalui pendidikan, penyuluhan dan penyebarluasan informasi, perbaikan gizi keluarga, sanitasi lingkungan ( Notoadmodjo, 2007 :20)
Sasaran utama promosi kesehatan adalah masyarakat, akan tetapi akan lebih efektif apabila upaya atau kegiatan promosi kesehatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta langsung dialamatkan kepada masyarakat.
Adapun sasaran promosi kesehatan dibagi dalam 3 (tiga) faktor kelompok sasaran :
1) Sasaran Primer ( Primary target )
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan misalnya kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum.
2) Sasaran sekunder (Secondary Target)
Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat yang diberi pendidikan kesehatan, pada kelompok ini diharapkan akan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat disekitarnya.
3) Sasaran Tersier (Tertiary Target)
Para pembuat keputusan atau kebijakan baik ditingkat pusat, maupun daerah adalah sasaran tersier promosi kesehatan. Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan kelompok ini akan mempunyai dampak terhadap prilaku para tokoh masyarakat (sasaran sekunder) dan juga kepada masyarakat umum( sasaran primer)
b) Upaya prepentif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TB pada keluarga.
Berdasarkan dimensi tingkat pencegahan penyakit, menurut teori dari Leavel and Clark ada lima tingkat pencegahan ( five levels of prevention) yaitu :
a) Promosi Kesehatan ( Health Promotion)
Dalam tingkat ini promosi kesehatan diperlukan misalmya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan.
b) Perlindungan khusus (specifik protection)
Dalam program imunisasi sebagai bentuk perlindungan khusus, ini sangat diperlukan karena imunisasai sebagai cara perlindungan terhadap penyakit pada seseorang.
c) Diagnosis dini dan pengoabatan segera (early diagnosis and prompt treatment) .
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka penyakit-penyakit yang terjadi dimasyarakat sering sulit terdeteksi. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau di periksa dan obati penyakitnya.
d) Pembatasan cacat (Disablity limitation)
Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, sering mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan yang bersangkutan menjadi cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu.
e) Rehabilitas (Rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut diperlukan latihan-latihan tertentu.
c) Upaya kuratif
Adalah upaya pengobatan penyakit TB yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan OAT standard yang direkomendasi oleh WHO dan IUATLD( International Union Against Tuberculosis and Lung Disease). Pelaksanan minum obat dan kemajuan hasil pengobatan harus dipantau.
Keberhasilan pengoabatan TB tergantung dari kepatuhan penderita untuk minum OAT yang teratur, dalam hal ini PMO (keluarga) akan sangat membantu kesuksesan penaggulangan TB.
h. Upaya keluarga dalam pencegahan TB
Upaya pencegahan TB pada keluarga meliputi beberapa hal yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat. Pencegahan primer ini dapat melalui upaya:
a) Personal hyigine dan lingkungan.
1) Mandi menggunakan sabun
2) Menyediakan alat-alat makan dan minum khusus bagi penderita TB
3) Menjemur alat makan dan minum bekas penderita TB.
4) Menjemur kasur minimal 1 kali seminggu.
5) Lantai rumah dari papan/semen, bukan lantai tanah.
6) Adanya ventilasi dan jendela rumah
7) Pencahayaan yang cukup dengan membuka jendela ruangan/ kamar.
8) Tidak meludah / membuang dahak sembarangan
9) Menggunakan tempat penampungan dahak bagi penderita TB seperti toples yang berisi air sabun atau larutan lysol.
10) Membuang tampungan dahak kelobang WC atau ditimbun kedalam tanah.
b) Peningkatan gizi keluarga
1) Memberikan makanan tambahan bagi penderita TB
2) Tersedianya makanan dengan menu gizi seimbang 4 sehat 5 sempurna bagi keluarga.
c) Pemberian Imunisasi BCG pada bayi.
1) Memberikan imunisasi BCG 1 kali
2) Memberikan ASI eklusif
2. Pencegahan skunder
Pencegahan skunder adalah upaya untuk menemukan penyakit TB sedini mungkin, mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit diantaranya :
a. Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TB bertahan pada pengobatan yang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang PMO( keluarga).
b. Case finding secara aktif, mencakup identifikasi TB pada orang yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala, pemeriksaan kontak serumah.
3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Yang dimaksud dengan kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005:43).
Angka penemuan pasien baru TB paru masih tinggi dari tahun 2008 di Puskesmas Binuang jumlah BTA positip sebangyak 28 orang dan tahun 2009 sebanynak 30 orang .
Tuberkulusis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya
Adapun faktor yang memengaruhi kejadian tuberkulosis diantaranya adalah faktor sosial ekonomi, usia dan pendidikan
Upaya dalam pencegahan penyakit TB meliputi upaya pencegahan primer dan pencegahan skunder

Gambar II.4:Kerangka konsep Penelitian


Diteliti

Tidak diteliti

Senin, 23 Maret 2009

TB PARU ( PROGRAM PUSKESMAS)

TUBERKULOSIS

PENGERTIAN :

1. Tuberkulosis adalah : penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB ( Mycobacterium tuberculosis )
2. Sebagian besar menyerang paru,tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

BENTUK KUMAN
1. Kuman berbentuk batang,mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan(BTA).
2. Cepat mati bila kena sinar matahari,tetap dapat hidup beberapa jam pada tempat yang lembab.
3. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur dalam beberapa tahun.

CARA PENULARAN
1. Sumber penularan penderita TB BTA Positip.
2. Melalui droplet ( percikan dahak), saat penderita BTA positip batuk atau bersin.
3. Setelah kuman masuk ke tubuh manusia melalui pernapasan, menyebar melalui sistem peredaran darah,sistem saluran limfe, saluran nafas, atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

RISIKO PENULARAN
1. Di Indonesia masih cukup tinggi rata-rata 1-2 %
2. Daya tahan tubuh yang rendah ; gizi buruk atau penyakit HIV/AIDS menjadi faktur pencetus tinggi angka kesakitan TB paru.

RIWAYAT TERJADINYA TUBERKULOSIS
1. Infeksi Primer
a. Infeksi terjadi saat sseorg terpapar pertama kali dengan TB.
b. Kuman menetap di alveolus dan kuman membelah diri untuk berkembang pada paru-paru รจ radang paru.
c. Waktu terjadi infeksi 4-6 minggu.
d. Masa inkubasi; mulai terinfeksi sampai terjadi sakit sekitar 6 bulan.
2. Tuberkulosis pasca Primer
a. Terjadi bbrpa bulan/ tahun sesudah infeksi primer==> daya tahan tubuh menurun akibat HIV atau gizi buruk.
b. Ciri khas adalah kerusakan paru yang luas dgn terjadi kavitas atau efusi pluera.

KOMPLIKASI PD PENDERITA TUBERKULOSIS
1. Hemoptasis ( perdarahan pd saluran nafas bawah ) ==> kematian karena syok hipovolemik/ tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiectasis dan fibrosis pada paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain; otak,tulang, persendian,ginjal.
5. Insufisiensi kardio pulmoner ( cardio pulmonary insufficiency)

PERJALANAN ALAMIAH TB YANG TIDAK DIOBATI

1. Tanpa pengobatan setelah 5 tahun 50 % penderita akan meninggal dan 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang adekuat.
2. Sisanya 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular ( WHO 1996)

DIAGNOSIS PENDERITA TUBERKULOSIS

1. Gejala umum
• Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih.
2. Gejala lain
• Batuk bercampur darah.
• Batuk darah
• Sesak nafas dan nyeri dada.
• Badan lemah,nafsu makan menurun,BB turun,rasa kurang enak badan (Malaise) keringat malam tanpa kegiatan, demam lebih dari sebulan.

DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
1. Pemeriksaan mikroskopis secara SPS ==> BTA
2. Pemeriksaan dahak SPS, minimal 2 preparat positip.
3. Pemeriksaan photo thorak.

DIAGNOSIS TB PADA ANAK
1. Atas gambaran klinis, foto Rontgent dada dan uji tuberkulin.
2. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB BTA positip.
3. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah imunisasi BCG ( dalam 3-7 hari)
4. Terdapat gejala umum TB.

GEJALA UMUM TB ANAK
1. BB turun dalam 3 bln tanpa sebab yang jelas.
2. Nafsu makan tdk ada (anorexia) dg ggl tum-bang dan BB tdk naik dg adekuat.
3. Demam lama, berulang tanpa sebab yang jelas( bkn tifus,malaria atau Ispa), dapat disertai keringat malam.
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multipel sering didaerah leher, ketiak dan lipatan paha.
5. Batuk lebih dari 30 hari , nyeri dada.
6. Gejala-gejala saluran cerna; diare berulang yang tidak sembuh dg terapi diare, benjolan di abdomen dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.





GEJALA SPESIFIK TB

1. TB kulit/skrofuloderma
2. TB tulang dan sendi :
• Tulang punggung ( spondilitis) : gibbus.
• Tulang panggul (koksitis); pincang, pembengkakan di panggul
• Tulang lutut; pincang dan/atau bengkak.
• Tulang kaki dan tangan.
3. TB otak dan saraf
• Miningitis; kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun
4. Gejala Mata
• Conjunvtivitis phlyctenularis.
• Tuberkel koroid ( hanya melihat dg funduskopi).

FOTO RONTGENT DADA PD ANAK
1. Gambaranya sulit, harus hati-hati, bisa overdiagnosis atau underdiagnosis.
2. Paling mungkin adanya infiltrat dg pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal.
3. Gejala lain dari foto rontgent al:
• Milier ( bintik-bintik yg menyebar)
• Atelektasis/kolaps konsolidasi ( titik pemadatan )
• Kalsifikasi paru ( pengapuran)
• Bronkeiktasis ( bronkus seperti sarang tawon)
• Kavitis

KLASIFIKASI PENYAKIT TB

1. TUBERKULOSIS PARU
• Adalah tuberkulosis yg menyerang jaringan paru,tidak termasuk pleura(selaput Paru)
2. BERDASARKAN PEMERIKSAAN DAHAK
• TB paru BTA positip
• Sekurang-kurangnya 2 dari spesimen dahak SPS hasil BTA Positip
• 1 spesimen dahak SPS positip.dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.
3. TUBERKULOSIS PARU BTA NEGATIF
• Pemeriksaan dahak SPS negatif dan rontgen positip.
• Tingkat keparahan ==> ringan dan berat
• Berat==> bila gambaran RO adanya kerusakan paru yang luas mis;proses “far advenced” atau milier) dan/ keadaan penderita sangat buruk.

4. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU.
• Tb yg menyerang organ tubuh lain selain paru.
• Tb otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dll.
• Tb ekstra paru ringan dan berat
• TB ekstra paru ringan:
• Tb kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unileteral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
• TB ekstra paru berat:
• Miningitis, milier, perikarditis, pleuritis eksudativa duplex, Tb tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

PENGOBATAN TUBERKULOSIS

1. TUJUAN PENGOBATAN
a) Menyembuhkan penderita
b) Pencegah kematian
c) Mencega kekambuhan
d) Menurunkan tingkat kekambuhan.
2. OBAT YANG DIGUNAKAN
a) OAT FDC( Fixed –dose combination ) ==> Tablet yang berisi kombinasi beberapa jenis obat anti tuberkulosis dengan dosis tetap. Minum OAT Sesuai BB penderita.
b) Dulu menggunakan OAT kombipak yang berisi OAT dalam jumlah banyak dalam sekali minum

KEUNTUNGAN PENGGUNANAN OAT FDC
a) Lebih aman dan mudah pemberiannya ==> satu tablet FDC mengandung bbrpa jenis obat, shg dpt dicegah penggunaan obat tunggal ==> resisten
b) Lebih aman utk penderita. ==> menelan obat lebih sedikit.
c) Lebih sesuai antara dosis obat dg BB penderita
d) Pengelolaan obat lebih mudah ==> hanya terdiri dari bbrpa jenis tablet sdh dpt memenuhi semua kebutuhan pengobatan TBC


JENIS TABLET FDC
 Tablet FDC untuk dewasa : 4 FCD ==> 4 macam obat setiap tablet td :
a) 75 mg Isoniasid ( INH )
b) 150 mg Rifampisin
c) 400 mg Pirazinamid
d) 275 mg Etambutol.
e) Obat ini digunakan setiap hari pada tahap intensif dan untuk sisipan.
f) Jlh tablet digunakan sesuai BB penderita.
g) Tablet FDC untuk dewasa : 2 FCD ==> 2 macam obat setiap tabletnya td ;
h) 150 mg Isoniasid
i) 150 mg Rifampisin.
tablet ini digunakan utk pengobatan intermiten 3 kali seminggu pada fase lanjutan. Obat yang di minum sesuai BB penderita.


DASAR PERHITUNGAN PEMBERIAN OBAT
• Dosis sesuai dg BB penderita.
• Lama dan jlh pemberian pd fase pengobatan;
A. Kategore I
 Tahap intensif adalah :
 2 bulan x 4 mgg x 7 hr = 56 dosis.
 Tahap Lanjutan adalah :
 4 bulan x 4 mgg x 3 kali = 48 dosis
B. Kategore II
 Tahap intensif adalah :
 untuk tablet 4 FDC;
3 bulan x 4 mgg x 7 hari = 84 dosis.
 untuk inj.sterptomisin ;
 2 bulan x 4 mgg x 7 hari = 56 dosis
 Tahap Lanjutan adalah :
 5 bulan x 4 mgg x 3 kali = 60 dosis

C. OAT FDC SISIPAN
 Jumlah dosis pemberian :
1 bulan x 4 mgg x 7 hari = 28 Dosis.

D. Kategore anak
 Tahap intensif adalah:
2 bulan x 4 mgg x 7 hari = 56 dosis.
 Tahap lanjutan
4 bulan x 4 mgg x 7 hari = 112 dosis


PANDUAN PEMBERIAN OAT FDC

1. Kategore I diberikan kepada :
– Penderita baru TB paru BTA positip.
– Penderita baru TB paru BTA neg / Rontgen positif ( ringan/ berat )
– Penderita TB Ekstra paru ( ringan/ berat ).

Pemeriksaan dahak hrs tetap dilakukan untuk evaluasi pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis.









DOSIS OAT KATEGORE 1
Berat Badan Tahap intensif tiap hari selama 56 hari Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4FDC ( 112 tab) 2 tab. 2FDC ( 96 tab)
38 – 54 kg 3 tablet 4FDC ( 168 tab ) 3 tb.2FDC ( 144 tab)
55 – 70 kg 4 tablet 4FDC ( 224 tab ) 4 tab 2.FDC ( 192 tab)
≥ 71 kg 5 tablet 4FDC ( 280 tab ) 5 tab. 2FDC ( 240 tab )


2. Kategore II diberikan kepada :
- Penderita TB paru BTA positip kambuh
- Penderita TB Paru BTA positip gagal
- Penderita TB paru berobat setelah lalai yang kembali dg BTA positip.

DOSIS OAT KATEGORE 2
Berat Badan Tahap ainsentif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 20 minggu
SELAMA
56 HARI SELAMA
28 HARI
30 – 37 kg 2 tablet 4FDC + 500 mgr Streptomisin inj. 2 tab. 4FDC 2 tab. 2FDC + 2 tab Etambutol
38 – 54 kg 3 tablet 4FDC + 750 mgr 3 tb.4FDC 3 tb.2FDC + 3 tablet Etambutol
55 – 70 kg 4 tablet 4FDC + 1000 mgr streptomisin inj. 4 tab.4FDC 4 tab 2.FDC + 4 tablet Etambutol
≥ 71 kg 5 tablet 4FDC 1000 mgr streptomisin inj. 5 tab. 4FDC 5 tab. 2FDC + 5 tablet Etambutol


3. OAT Sisipan diberikan kepada :
– Bila pd akhir tahap intensif BTA positip tidak konversi ke BTA negatip
– Pengobatan diberikan selama 28 hari.

4. Kategore anak : 2 (HRZ) / 4 (HR)
diberikan kepada :
– Tb anak berusia 0 - 14 tahun
– Kat. Anak terdiri atas :
• Obat 3 macam dikenal dg 3 FDC (HRZ) tiap tablet mengandung :
30 mg Isoniasid
60 mg Rifampisin
150 mg Pirazinamid

Tablet ini digunakan setiap hari dalam tahap intensif sesuai berat badan penderita.


• Tablet obat 2 macam dikenal 2 FDC (HR ) tiap tablet mengandung :
30 mg Isoniasid ( INH )
600 mg Rifampisin

Tablet ini digunakan u/ pengobatan setiap hari pada tahap lanjutan . Dosis obat sesuai berat badan penderita.

DOSIS OAT KATEGORE ANAK
BERAT BADAN Tahap intensif tiap hari selama 2 bulan Tahap lanjutan tiap hari selama 4 bulan
≤ 7 kg 1 tab 3FDC 1 tab 2 FDC
8 – 9 kg 1,5 tab 3FDC 1,5 tab 2 FDC
10 – 14 kg 2 tab 3 FDC 2 tab 2 FDC
15 – 19 kg 3 tab 3 FDC 3 Tab 2 FDC
20 – 24 kg 4 tab 3 FDC 4 tab 2 FDC
25 – 29 kg 5 tab 3FDC 5 tab 2 FDC



EFEK SAMPING OBAT DAN PENANGANANNYA

1. Diperkirakan sekitar 3-6 % penderita yg diobati dg OAT-FDC dpt mengalami efek samping.
2. Bila diketahui OAT-FDC penyebab efek samping obat distop dan penderita di obati dengan OAT Kombipak tanpa menyertakan obat yg menyebabkan side efek tersebut.
3. Oleh karena itu OAT kombipak, ttp perlu tersedia sebanyak 5 % di gudang farmasi kabupaten/ kota dan propinsi.

EFEK SAMPING RINGAN OAT
EFEK SAMPING PENYEBEB PENANGANAN
Tidak napsu makan Rifampisin Obat diminum sebelum tidur
Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar dikaki INH Beri vit.B6 100 mg perhari
Warna kemerahan pada air seni ( urine ) Rifampisin Tidk perlu diberi apa-apa, tapi perlu penjelasan pada penderita

EFEK SAMPING BERAT DARI OAT
EFEK SAMPING PENYEBEB PENANGANAN
Gatal dan kemerahan dikulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan OAT
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan ganti Etambutol
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan ganti Etambutol
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus hilang
Bingung dan muntah-muntah ( permulaan ikterus krn obat ) Hampir semua obat Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan rejatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin



DAFTAR PUSTAKA
• Bahan rujukan;Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkolusis , cetakan ke 5 tahun 2001
• Petunjuk penggunaan OAT ( Fixed dose combination ) TAHUN 2004

ASKEP ANAK DENGAN KKP

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KKP

I KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Nama internasional KKP yaitu Calori Protien Malnutrition atau CPM adalah suatu penyakit difisiensi gizi dari keadaan ringan sampai berat, disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM )
Secara klinik dibedakan dalam bentuk yaitu Kwashiorkor dan marasmus. Diantara kedua bentuk tersebut terdapat bentuk antara atau “ Marasmus Kwasiorkor “
a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori
b. Kwashiorkor yaitu keadaan kekurangan protein yang parah dan pemasukan kalori yang kurang.
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan kwashiorkor.

B. ETIOLOGI
1. Marasmus
a) Masukkan kalori yang kurang akibat kesalahan pemberian
b) makanan.
c) Penyakit metabolik
d) Kelaian kongenital
e) Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lainnya.

2. Kwashiorkor
a) Diare yang kronik
b) Malabsorbsi protien
c) Sindrom nefrotik
d) Infeksi menahun
e) Luka bakar
f) Penyakit hati.



C. PATOFISIOLOGI
1. Marasmus
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejummlah energi yang dalam keadaan normal dapat dipenuhhi dari makanan yang diberikan. Kebutuhan ini tidak terpenhi pada masukan yang kurang, karena itu untuk pemenuhannya digunakan cadangan protein senagai sumber energi. Pengahancuran jaringan pada defesiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya, seperti berbagai asam amino.

2. Kwashiorkor.
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.


D. GEJALA KLINIS
1. Marasmus
a) Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat minum.
b) Pertumbuhan berkurang atau tehenti.
c) Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek dan kulit keriput.
d) Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e) Hipotoni akibat atrofi otot
f) Perut buncit
g) Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.

2. Kwashiorkor
a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
b) Pertumbuhan terlambat
c) Udema
d) Anoreksia dan diare.
e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek.
f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut.
g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati.
h) Anak mudah terjangkit infeksi
i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
1. Pada kwashiorkor ;penurunan kadar albumin, kolesteron dan glukosa.
2. Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan globulin serum dapat terbalik
3. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari pada asam amino non essiensial.
4. Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat.
5. Kadar IgA serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah.

F. PENGOBATAN
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai berikut:
1) Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus kwashiorkor.
2) 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3) Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4) Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5) Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
6) KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7) Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.




II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN KKP

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien:
Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.

2. Keluhan utama
 Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll.
 Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan kurus dll.

3. Riwayat kesehatan;
a. Riwayat penyakit sekarang
a) Kapan keluhan mulai dirasakan
b) Kejadian sudah berapa lama.
c) Apakah ada penurunan BB
d) Bagaimanan nafsu makan psien
e) Bagaimana pola makannya
f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis obatnya.

b. Pola penyakit dahulu
a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang

c. Riwayat penyakit keluarga
a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein.

d. Riwayat penyakit sosial
a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu.
b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
e. Riwayat spiritual
a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.

B. PENGKAJIAN FISIK.
1. Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi pasien meliputi :
b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti bulan.
d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak siannosis, perut membuncit.
2. Palpasi
Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek.
Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Data laboratorium;
- feses, urine, darah lengkap
- pemeriksaan albumin.
- Hitung leukosit, trombosit
- Hitung glukosa darah.



III DIAGNOSA KEPERAWATAN.
A. Pada Kwashiorkor
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.

Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah ½ kg per 3 hari.

Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional:
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.
e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral

Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.






2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari
b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.

Rasional :
a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan / sesuai kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi :
Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.


3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh
Tujuan :
a. Mencegah komplikasi

Intervensi :
a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b. Menjaga personal hygiene pasien
c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

Rasional :
a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.


B. Pada marasmus.
1. gangguan pemenuhan nutrisi b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan pasien tidak mau makan, BB menurun, anoreksia, rambut merah dan kusam, fisik tampak lemah.
Tujuan :
Kebutuhan nutisi pasien terpenuhi dengan kreteria; BB bertambah ½ kg / 3 hari , rambut tidak kusam, penderita mau makan.

Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat berat badan pasien.
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan.
d. Memberi makanan TKTP
e. Memberi motivasi kepada penderita agar mau makan.
f. Memberikan makanan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional :
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Kalori dan protien sangat berpengaruh terhadap gizi pasien.
e. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral



Evaluasi :
Pasien mau makan makanan TKTP , BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.

2. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan turgor kulit yang jelek, bibir pecah-pecah. Pasien merasa haus ,nadi cepat 120 / menit.
Tujuan :
Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan kreteria ; turgor kulit normal, bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus, nadi normal.

Intervensi :
a. mengukur tanda vital pasien.
b. Menganjurkan agar minum yang banyak kepada pasien
c. Mengukur input dan output tiap 6 jam.
d. Memberikan cairan lewat parenteral

Rasional :
a. Tanda vital ( nadi dan tensi ) menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien.
b. Alternative penggantian cairan secara cepat.
c. Input dan output menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh pasien.
d. Sebagai alternatif penggantian cairan cepat melalui parenteral.

Evaluasi :
Keseimbangan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi ditandai dengan turgor kulit normal, mokusa bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus , Td dan nadi normal.






3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa dibantu orang lain.

Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari.
b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi.
d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.

Rasional :
a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien.
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien.
d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi
Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.





DAFTAR PUSTAKA :

Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
4 EGC. Jakarta.

Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.

Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.

Kamis, 19 Maret 2009

FREKWENSI SIARAN TV


NAMA SIARAN DAN FREWEKSI SERTA SIMBOL RATE

NAMA SIARAN

FREKWENSI

SIMBOL RATE

POLARITI

SATELIT

RCTI

03773

06519

Horizontal

Palapa

TPI

04184

06700

Vertical

Palapa

INDOSIAR

04047

06500

Vertical

Palapa

ANTEVE

04054

06510

Vertical

Palapa

GLOBAL TV

04080

28125

Vertical

Palapa

SCTV

03937

06620

Horizontal

Palapa

SCTV BARU

03757

04470

Horizontal

Palapa

TVRI

03768

05555

Vertical

Palapa

TVONE

04054

05630

Horizontal

Palapa






TV 7

03991

05999

Horizontal

Telkom

Trans TV

04065

06000

Horizontal

Telkom

TELKOMVISION

03622

27998

Horizontal

Tekom

JTV

04098

03124

horizontal

Telkom